Langsung ke konten utama

Sahabat, Karib, Teman (Politik?)

Pikiran Rakyat, 6 November 2016

Awal bulan lalu, saya bersama seorang sahabat mengunjungi studio televisi swasta di Jakarta. Kami ke sana untuk menyaksikan secara langsung tayangan temu wicara (talkshow) politik bertajuk #MerayuJakarta. Tajuk berseri yang menyajikan adu pendapat dari para wakil relawan pemenangan tiga calon gubernur DKI Jakarta. Awalnya tidak ada yang aneh pada malam itu. Namun, semakin acara beranjak riuh oleh hadirin dan temu wicara semakin panas, saya berpikir tentang sesuatu yang menurut saya menarik untuk dibawa ke permukaan.
Pada mulanya, saya meraba-raba rasa dan makna tiga kata kunci yang muncul pada forum itu. Kata kunci yang menjelma idiom baru tersebut disematkan oleh masing-masing relawan tim sukses; 
Sahabat Anies, Teman Ahok, dan Karib Agus. 
Perbedaan yang samar-samar itulah, yang membuat pemilihan kepala daerah khusus ibukota menjadi semakin menarik dan seksi.
Dalam hiruk-pikuk perkembangan bahasa persatuan, Bahasa Indonesia, kita mempunyai cukup banyak istilah yang menggambarkan hubungan kita dengan orang lain. Seperti kenalan (acquaitance), teman (friend), dan sahabat (close friend). Ada lagi istilah kawan, karib, dan handai tolan. Ada juga istilah yang berasal dari bahasa Inggris yakni kolega (colleague).
Perlu dicatat bahwa KBBI belum mampu memberikan jabaran yang memuaskan untuk masing-masing istilah. Akan tetapi, jabaran KBBI tetap bisa membantu kita membedakannya. Kemudian, jabaran pada tulisan ini adalah murni upaya membedah pikiran masing-masing mengenai setiap istilah di atas.
Te·man n 1 kawan; sahabat: hanya — dekat yg akan kuundang; 2 orang yg bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan); lawan (bercakap-cakap): — seperjalanan; ia — ku bekerja; 3 yg menjadi pelengkap (pasangan) atau yg dipakai (dimakan dsb) bersama-sama: ada jenis lumut yg biasa dimakan untuk — nasi; pisang rebus enak untuk — minum kopi; 4 cak saya (di beberapa daerah dipakai dl bahasa sehari-hari): tiada — menaruh syak akan dia; usahlah — dimandi pagi, pb tidak usah kamu lebih-lebihkan (kaupuji-puji); Sa·ha·bat n kawan; teman; handai: ia mengundang — lamanya untuk makan bersama-sama di restoran; Ka·rib a 1 dekat (tt hubungan famili); 2 rapat dan erat (tt persahabatan dsb); intim: dia amat — dng atasannya.
Seseorang yang sudah sering bertemu dan bergaul dengan kita, itulah artinya ‘teman’ (friend Ing.) Akan tetapi, bagaimana mengukur kadar seringnya bertemu? Atau mungkin, bila dikiaskan, kita dapat menyejajarkan pemakaian kata ‘teman’ seperti pada kalimat sendok adalah temannya garpu, biskuit merupakan teman minum susu yang paling nikmat, kata teman bisa diartikan sebagai yang hampir selalu bersama. Arti ini juga direkam oleh kamus dalam arti kata ‘teman’ nomor dua dan tiga: yang bersama, yang menjadi pelengkap. Dalam konteks pergaulan, dapat dipahami bahwa teman adalah orang yang hampir selalu bersama.
Jelas bahwa tingkatan pergaulan teman berada di antara kenalan dan sahabat. Jika dipaksa memecah lebih lanjut. Sahabat mungkin memegang tingkatan yang paling tinggi dalam pergaulan dan istilahnya cukup selektif untuk digunakan. Sahabat sangat mengenal pribadi kita luar dan dalam. Seorang sahabat paham sifat dan karakter kita. Ia pun dapat memperkirakan alasan hampir setiap tindakan kita. Berbeda dengan teman, bertengkar apalagi bercanda adalah hal yang biasa, tidak mengubah pembelaan terhadap masing-masing. Jumlahnya sangatlah sedikit dibanding dua tingkatan sebelumnya, mungkin tidak sampai menghabiskan jari di kedua tangan dalam seumur hidup. Sangat tipis perbedaannya dengan teman akrab.
Selanjutnya, “karib”, kata yang merupakan kata sifat seperti tampak pada arti menurut KBBI di atas. Karib berarti dekat atau erat, biasa disandingkan dengan kata sahabat (bukan kata teman). Mungkin ini level yang pergaulan tinggi lagi. Sahabat karib bisa dianggap sebagai sahabat, tak berhubungan darah, tetapi dianggap saudara atau keluarga sendiri.
Merayu dengan Bahasa
Rupanya, ranah penggunaan bahasa mengalami perluasan di sini. Di mana, dunia politik telah bermain lewat bahasa, yang pada awalnya belum pernah digunakan sepanjang sejarah politik. Dalam hal ini, ajang pemilihan kepala daerah. Ketiga kosa kata “baru” di dunia politik itu berbeda arti yang tipis satu sama lain. Familiaritas ketiga kata tersebut juga lebih lebih akrab digunakan pada wilayah pendidikan, seni, literasi, dan keagamaan. Misalnya saja, diksi “sahabat” pada mulanya akrab mencantel pada ruang yang berkesan lebih santai dan luwes dibandingkan ruang politik, misalnya Sahabat Pena, Sahabat Beasiswa, Sahabat Pelajar, Sahabat Muslimah, Sahabat Si Komo, Sahabat Literasi, Sahabat Peterpan, dan lain-lain. Namun, inilah fenomena unik yang telah hadir di tengah masyarakat dan menyimpan kesan. Terasa perbedaan rasa dan nada pada morfem bebas “sahabat” yang kini populer dicantelkan pada ruang politik. Maksud dan tujuan, pasti termaktub dalam pemilihan nama tersebut.
Fungsi bahasa paling utama adalah sebagai alat berkomunikasi.  Dan, ini yang mungkin dipandang menarik bagi politisi zaman ini. Kosa kata “sahabat”, “teman”, atau “karib” menjadi tawaran baru untuk mempromosikan visi politis kepada publik.  Kemelekatan secara personal antara politisi (baca: calon pemimpin daerah) dengan masyarakatnya menjadi aspek yang disasar. Dengan ini, politik lebih terasa santai dan humble.  Budaya populer lingkup politik bahasa yang dipilih oleh para politisi dibantu para relawan yang jumlahnya cukup menjanjikan, dirasa telah efektif dan apakah dengan cara ini, para calon kepala daerah berhasil merayu hati rakyat? []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hayati Lelah, Bang!

[Pikiran Rakyat, 10 April 2016] Seorang bijak pernah mengatakan, “satu hal yang mutlak berubah di bumi ini adalah perubahan itu sendiri”. Tak ketinggalan, perubahan ke arah yang lebih dinamis dibumbui fenomena roman terjadi pada publik kekinian -mayoritas netizen. Perubahan itu dapat dicurigai merupakan pengaruh dari sikap pribadi yang kemudian menular pada sikap kolektif. Misalnya saja satu orang yang sedang dirundung gelisah, saat ia bercerita kepada satu orang lainnya dan lebih banyak orang, maka bisa jadi kegelisahan itu dikuatkan oleh orang di sekelilingnya yang juga merasakan. Perasaan kemudian diimbangin oleh pikiran. Rasa dan pikir, hakikat dasar sumber munculnya tanggapan dari manusia. Tanggapan yang merupakan kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Tanggapan juga berarti bayangan atau kesan yang tertinggal di dalam diri seseorang setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek (Emzir dan Saifur: 2015: 166). Adapun tanggapan memiliki dua fungsi:...

Kontemplasi, Kepedulian, dan Kemapanan dalam Syair Tanah Lahir

Tulisan ini membahas buku puisi Syair Tanah Lahir karya Rudy Ramdani Perenungan, kepedulian, dan kemapanan.  Tiga hal yang menurut saya berkesinambungan. Akibat perenungan (kontemplasi) kita akhirnya dapat menghasilkan suatu sikap, dalam hal ini kepedulianlah yang muncul. Rasa peduli itu kemudian merambah pada kemampuan seseorang menciptakan hasta karya, sebagai salah satu ungkapan ekspresi dari seseorang. Tidak mungkin dalam menciptakan sebuah karya itu tidak memikirkan proses dan hal teknis sebagai bentuk. Di sanalah, akibat kemapanan si penyair yang tak hanya mapan dalam linguis tetapi lebih penting pada proses pemaknaan aktualisasi kehidupan, akhirnya karya sastra pun diciptakan.   Tiap karya sastra yang lahir, ketika karya tersebut memiliki keunggulan kualitas estetik dan memiliki potensi sebagai sumber inspirasi yang mencerahkan pembacanya, sangat penting untun diapresiasi oleh masyarakat. Menurut Hasanuddin W.S. dkk., apresiasi sastra adalah kemampuan unt...