Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Merawat Pemikiran; Merenungi Kartini

oleh Dr. Susi Fitri, M.Si.,kons. Membaca, sekali lagi membaca bukan merayakan,  membaca surat-surat Kartini bagi saya adalah usaha merawat sebuah pemikiran. Itu pekerjaan sulit di negara ini, karena berpikir tidak dianggap bekerja.  Bekerja  bagi kita adalah sejauh membutuhkan tenaga kasar, lebih bagus lagi kalau berbau-bau militer. itu bisa kita lihat dari berbagai gugatan di FB, di twitter  bahkan di blog. Seorang pahlawan bagi kita adalah orang yang membawa senjata,betapa pun itu artinya membunuh sebuah nyawa yang tidak pernah kita ciptakansendiri. Makanya, cobalah sekali-kali kita hitung berapa jumlah orang militer di taman makam pahlawan dan berapa jumlah orang sipil di sana. Apatah lagi jumlah pemikir dalam taman makam pahlawan yang rindang anggun itu. Bagi kita,membunuh adalah satu cara sah untuk menjadi pahlawan, dan berpikir, hanya membuang-buang waktu menjadi nyinyir. Betapa mengerikannya. Bahwa seseorang yang menulis,seringkali ditulis “...

Kartini: Hak Narasi Seorang Pahlawan

Oleh  Dr. Susi Fitri, M.Si.,kons. Lebih dari seratus tahun yang lalu, Kartini menulis,  “perubahan akan datang di bumi putra…. Siapapun yang terpilih oleh nasib menjadi ibu rohani untuk melahirkan 'yang baru' harus menanggung derita.”  Namun, perubahan itu tidak datang tanpa usaha yang bercucur keringat dan menghantam perasaan karena sebelum perubahan itu datang, tulisnya lagi, “masih banyak yang harus diperjuangkan, diderita, dilawan serta dikalahkan—pertama-tama Raja Prasangka, kemudian Ratu Kepicikan dan Ratu Kekerdilan Jiwa." Demikianlah. Epik kartini adalah epik kesedihan, kekecewaan, harap-cemas pada keadilan dan kebebasan, dan kemarahan yang membara terhadap penindasan. *** Lama sebelum dengan sadar mulai melakukan perlawanan, sesungguhnya Kartini sudah dianggap sebagai pembangkang, penentang, dan pelanggar sopan santun. Kelincahannya mengundang kecaman pedas dari orang-orang di sekelilingnya. Karena itu, kemudian Kartini menyadari bahwa “jalan yan...